Sabtu, 24 Juni 2017

KHUTBAH IDUL FITRI 1438 H

KHUTBAH IDUL FITRI 1438 H:
KEMBALI KEPADA KETAKWAAN
Oleh : Ali Akbar bin Muhammad bin Aqil
الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر
إِن الْحَمد لله نحمده ونستعينه وَنَسْتَغْفِرهُ ونعوذ بِاللَّه من شرور أَنْفُسنَا وَمن سيئات أَعمالنَا من يهده الله فَلَا مضل لَهُ وَمن يضلل فَلَا هادي لَهُ وَأشْهد أَن لَا إِلَه إِلَّا الله وَحده لَا شريك لَهُ وَأشْهد أَن مُحَمَّدًا عَبده وَرَسُوله، صلى الله عليه وعلى آله وأصحابه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين وسلم تسليما. أما بعد: فيا عباد الله أوصيكم ونفسي بتقوى الله وطاعته لعلكم تفلحون، قال الله تعالى: يَا أَيهَا الَّذين آمنُوا اتَّقوا الله وَقُولُوا قولا سديدا
Allahu Akbar3x Wa Lillaahim Hamd
Kaum Muslimin, Jamaah Shalat Idul Fitri yang Dimuliakan Allah SWT
Ibadah puasa yang kita laksanakan dalam kurun sebulan, kini telah berakhir. Fajar 1 Syawwal telah
terbit. Kita telah meninggalkan bulan yang penuh rahmat dan ampunan dengan berbagai amal dan kesan mendalam. Pada hakikatnya, puasa Ramadhan merupakan sarana penunjang bagi kita menyelupkan diri dalam ketakwaaan kepada Allah SWT, sarana memperbaiki diri, sehingga selepas Ramadhan kita menjadi pribadi yang lebih baik, dari segi iman, Islam, dan ihsan. Menjadi pribadi yang baik adalah menjadi orang yang bertakwa kepada Allah, melaksanakan semua perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, memiliki akhlak yang mulia, dan menjadi pribadi yang kembali kepada kesucian.
Ukuran sukses atau tidaknya seseorang dalam menjalani ibadah di bulan Ramadhan adalah memiliki ketakwaan dalam perbuatan dan perkataan. Ketakwaan yang tidak hanya berdampak positif secara pribadi, namun memantulkan cahaya “Khoirun naas anfa`uhum linnas (Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain),” pantulan yang menebarkan kesalehan sosial.
Kembalinya orang-orang yang berpuasa kepada ketakwaan yang sebenarnya kepada Allah dicirikan dengan empat sikap, seperti yang dikatakan oleh Sayidina Ali bin Abi Thalib ra, sepupu sekaligus menantu Nabi kita Muhammad SAW. Pada suatu hari, sebagaimana yang kami kutip dari kitab Al-Jawahir Al-Lu`luiyyah fi Syarh Hadiits Arba`in An-Nawawiyyah, Sayidina Ali ditanya oleh seseorang. “Wahai Imam Ali, apa saja ciri orang yang bertakwa kepada Allah?”
Sejurus kemudian, beliau menjawab, ada empat ciri ketakwaan dalam diri seseorang:
الخَوْفُ مِنَ الجَلِيْلِ وَالعَمَلُ بِالتَّنْزِيْلِ وَالاِسْتِعْدَادُ لِيَوْمِ الرَّحِيْلِ وَالقَنَاعَةُ بِالقَلِيْلِ
“Takut kepada Allah yang Maha Agung, mengamalkan Al-Quran yang diturunkan, menyiapkan bekal sebelum tiba hari kematian, dan menerima rezeki yang sedikit.”
Dari ungkapan tersebut ada empat sikap yang harus kita miliki agar kita menjadi orang yang bertakwa kepada Allah. Pertama, memiliki perasaan takut kepada Allah. Perasaan takut kepada Allah tidak sama dengan takut ke mahkluk-Nya. Kalau, misalnya, kita berhadap-hadapan dengan hewan buas nan liar, tentu akan mengambil langkah seribu, kita lari terbirit-birit, menjauh darinya agar tidak menjadi korban terkaman hewan buas tersebut.
Namun takut kepada Allah, bukan berarti kita lari dari Allah, menjauh dari-Nya, tidak salat, puasa, zakat, dan haji, dengan dalih, “Aku takut kepada Allah.” Secara bahasa Khauf adalah lawan kata amn. Al-Amn berarti rasa aman, maka khauf berarti rasa takut. Secara istilah Khauf adalah pengetahuan yang dimiliki seseorang di dalam hatinya tentang kebesaran dan keagungan Allah serta kepedihan siksa-Nya SWT.
Takut kepada Allah mengandung makna takut terhadap murka dan siksa Allah sehingga selalu berusaha sekuat tenaga untuk melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Allah dan menjauhi segala yang dilarang oleh-Nya. Inilah makna al-khoufu minal jalil, takut kepada Allah.
Allahu Akbar3x Wa Lillaahim Hamd
Kaum Muslimin, Jamaah Shalat Idul Fitri yang Dimuliakan Allah SWT
Suatu hari ada seorang lelaki tua sedang berjalan-jalan di tepi sungai. Ketika berjalan-jalan dia melihat seorang anak kecil sedang mengambil wudhu sambil menangis. Melihat anak kecil tadi menangis, orang tua itu pun berkata, “Wahai anak kecil kenapa kamu menangis?”
Anak kecil itu berkata, “Wahai kakek, saya telah membaca ayat al-Qur'an sehingga sampai kepada ayat yang berbunyi, 'Yaa ayyuhal ladziina aamanuu quu anfusakum' (Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu..) Saya menangis sebab saya takut akan dimasukkan ke dalam api neraka.”
Orang tua itu berkata, “Wahai anak, janganlah kamu takut, sesungguhnya kamu terpelihara dan kamu tidak akan dimasukkan ke dalam api neraka.”
Anak kecil itu berkata, “Wahai kakek, kakek adalah orang yang berakal, tidakkah kakek lihat kalau orang menyalakan api maka yang pertama sekali yang mereka akan letakkan ialah ranting-ranting kayu yang kecil dahulu kemudian baru mereka letakkan yang besar. Jadi tentulah saya yang kecil ini akan dibakar dahulu sebelum dibakarnya orang dewasa.”
Orang tua itu kembali berkata, kali ini dengan menangis, “Sungguh anak kecil ini lebih takut kepada neraka daripada orang yang dewasa, maka bagaimanakah keadaan kami nanti?”
Itulah sepenggal kisah yang sangat menyentuh hati. Kisah yang memberikan suatu motivasi dan inspirasi kepada setiap kita untuk meningkatkan kualitas diri di hadapan Allah SWT serta menyadarkan setiap kita yang sering terhipnotis gemerlap perhiasan dunia sehingga lalai akan kebersamaan Allah dalam setiap aktivitas. Bukankah Allah telah mengingatkan kita,
مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيد
“Tiada suatu ucapan pun yang diucapkan melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaaf :18).
Bahkan pada ayat sebelumnya,
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ إِذْ يَتَلَقَّى الْمُتَلَقِّيَانِ عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشِّمَالِ قَعِيدٌ
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya, (yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri.” (QS. Qaaf :16-17).
Allahu Akbar3x Wa Lillaahim Hamd
Kaum Muslimin, Jamaah Shalat Idul Fitri yang Dimuliakan Allah SWT
Ciri takwa yang kedua adalah mengamalkan isi kandungan Al-Quran. Al-Quran merupakan firman Allah yang berisi beragam ilmu pengetahuan sekaligus panduan bagi kita dalam menjalani kehidupan di dunia sampai selamat tiba di akhirat. Allah menurunkan Al-Quran sebagai petunjuk, penjelasan, dan pembeda antara yang hak dan batil.
Mengamalkan al-Quran merupakan seruan yang ditujukan kepada setiap muslim. Seluruh kaum muslim memiliki tanggung jawab dalam menjadikan Al-Quran sebagai pedoman dalam segala aspek kehidupan. Tidak ada satu pun hal yang tidak disebutkan dalam Al-Quran.
Pertanyaan besar buat kita, bagaimana bisa kita mengamalkan Al-Quran jika kita tidak bisa merenungi isinya? Pertanyaan berikutnya, bagaimana mungkin akan mampu membaca dan merenunginya, jika kita belum bisa atau sedikit membaca Al-Quran?
Mari kita koreksi diri kita dan keluarga kita. Berapa banyak dari diri kita, suami, istri, dan anak-anak, murid-murid, mahasiswa-mahasiswi kita yang masih belum bisa membaca Al-Quran dengan baik dan benar. Berapa banyak dari diri kita yang lebih asyik membaca koran, majalah, berita-berita lewat dunia online, tinimbang membaca Al-Quran. Berapa banyak dari rumah kita, tempat kerja, dan sekolah kita yang kosong melompong dari ayat-ayat Allah yang Maha Suci itu.
Sungguh, sangat miris melihat masih banyak generasi muda-mudi kita yang lebih fasih melantunkan lagu-lagu, merapalkan lirik-lirik percintaan penuh syahwat, tinimbang membasahi bibir dengan kalam Allah yang Maha Benar dengan segala firman-Nya.
Sungguh beruntung orang tua yang memiliki kepedulian atas nasib anaknya dalam membisakan diri untuk membaca Al-Quran. Orang tua inilah yang akan diberi mahkota oleh Allah, seperti sabda Nabi Muhammad SAW :
مَنْ قَرَأَ الْقُرْآنَ وَعَمِلَ بِمَا فِيهِ أُلْبِسَ وَالِدَاهُ تَاجًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ ضَوْءُهُ أَحْسَنُ مِنْ ضَوْءِ الشَّمْسِ فِي بُيُوتِ الدُّنْيَا لَوْ كَانَ فِيكُمْ فَمَا ظَنُّكُمْ بِاَلَّذِي عَمِلَ بِهَذَا
“Siapa yang yang membaca Al-Qur`an dan mengamalkannya, kelak kedua orangtuanya akan diberi mahkota oleh Allah, cahayanya lebih bersinar terang dari sinar matahari yang masuk ke rumah-rumah di dunia. Apalagi bagi yang membacanya.” (HR. Abu Dawud).
Allahu Akbar3x Wa Lillaahim Hamd
Kaum Muslimin, Jamaah Shalat Idul Fitri yang Dimuliakan Allah SWT
Dikisahkan dalam sebuah riwayat, bahwa kelak  Al-Qur`an kelak di akhirat nanti akan datang kepada ahli-ahlinya. Ia akan datang dengan seindah-indahnya bentuk dan ia bertanya, “Kenalkah kamu kepadaku?”
Maka orang yang pernah membaca akan menjawab, “Siapakah kamu?” Maka Al-Qur`an berkata, “Akulah yang kamu cintai dan kamu sanjung, dan juga telah bangun malam untukku dan kamu juga pernah membacaku di waktu siang hari.”
Kemudian berkata orang yang pernah membaca Al-Qur'an itu : “Adakah kamu Al-Qur'an?” Lalu Al-Qur'an mengakui dan menuntun orang yang pernah membaca mengadap Allah SWT, lalu orang itu diberi kerajaan di tangan kanan dan kekal di tangan kirinya, kemudian dia meletakkan mahkota di atas kepalanya. Pada kedua ayah dan ibunya pula yang muslim diberi perhiasan yang tidak dapat ditukar dengan dunia walau berlipat ganda, sehingga keduanya bertanya: “Dari manakah kami memperoleh ini semua, padahal amal kami tidak sampai ini?” Lalu dijawab, “Kamu diberi ini semua karena anak kamu telah mempelajari Al-Qur`an.”
Jika kita ingin dimasukkan ke dalam gerbong orang-orang yang bertakwa, maka bersikaplah konsisten (istikamah) dalam membaca, merenungi, dan mengamalkan Al-Quran.
Allahu Akbar3x Wa Lillaahim Hamd
Kaum Muslimin, Jamaah Shalat Idul Fitri yang Dimuliakan Allah SWT
Ciri takwa ketiga, seperti disebutkan oleh Imam Ali bin Abi Thalib adalah bersiap-siap menghadapi hari kemangkatan. Setiap yang bernyawa pasti akan mati. Kematian atas setiap makhluk hidup merupakan kepastian dan bagian dari keimanan kita kepada Allah. Ajal datang memburu kita tanpa pandang bulu. Ajal datang tanpa melihat sehat dan sakitnya seseorang, tua dan mudanya seseorang, besar dan kecilnya seseorang, bahkan janin yang masih ada dalam kandungan ibunya akan mati jika ajal menjemputnya.
Bagi kita, seharusnya, bukan bertanya kapan kita akan mati. Tapi lebih baik kita bertanya, amal apa yang kita siapkan untuk menghadapi kehidupan setelah mati. Jawaban apa yang kita berikan di hadapan Allah atas segala tingkah laku kita selama kita masih diberi kesempatan hidup di muka bumi ini.
Suatu hari, Nabi Muhammad SAW pernah ditanya tentang siapakah orang-orang yang beruntung. Nabi menjawab:
أَكْثَرُهُمْ لِلْمَوْتِ ذِكْرًا، وَأَحْسَنُهُمْ لَهُ اسْتِعْدَادًا قَبْلَ أَنْ يَنْزِلَ بِهِ، أُولَئِكَ هُمُ الْأَكْيَاسُ
“Orang-orang yang beruntung itu adalah mereka yang paling banyak ingat mati dan menyiapkan diri dengan sebaik-baiknya (dengan amal saleh) sebelum ajal datang kepadanya.” (HR. Mujahid)
Dalam sebuah kesempatan, Kumail bin Ziyad pernah menceritakan pengalamannya berjalan menemani Sayidina Ali. Ketika tiba di suatu pekuburan, Sayidina Ali berhenti dan berkata, “Wahai penghuni tempat yang sarat ujian, wahai penghuni tempat yang menyekam, bagaimana keadaan kalian? Kami kabarkan kepada kalian, bahwa harta-harta kalian telah menjadi warisan, anak-anak kalian menjadi anak-anak yatim, dan pasangan kalian telah menikah dengan orang lain. Inilah kabar dari kami untuk kalian. Maukah kalian memberitahu kami apa yang sedang kalian alami sekarang ini?”
Selepas bertanya sedemikian rupa, Imam Ali menoleh kepada Kumail dan berkata, “Wahai Kumail, seandainya memberi mereka izin untuk berbicara, sungguh mereka akan berkata, sebaik-baik bekal adalah takwa.”
Kata Sayidina Ali memberi nasihat kepada Kumail, “Kuburan itu adalah kotak berisi amal, ketika ajal datang kepadamu, engkau baru mengetahui bagaimana amal perbuatanmu.”
Allahu Akbar3x Wa Lillaahim Hamd
Kaum Muslimin, Jamaah Shalat Idul Fitri yang Dimuliakan Allah SWT
Keempat, ciri takwa dalam diri seseorang adalah, menerima segala pemberian Allah dengan lapang dada atau qona`ah. Orang yang memiliki sifat qona`ah adalah orang yang memiliki kelapangan dada, jiwa besar, dan pandai menyukuri nikmat Allah Ta`ala, sedikit atau banyak. Dalam pandangan orang yang seperti ini, setiap nikmat Allah menunjukkan sifat Rahman dan Rahim-Nya kepada dirinya. Sesuatu yang sedikit jika disyukuri akan ditambah oleh Allah. Maka, bagaimana mungkin kita bisa menyukuri nikmat yang banyak, jika nikmat yang sedikit tak kita syukuri.
Oleh karena itu, orang yang bertakwa adalah orang yang pandai bersyukur. Semakin banyak syukur kepada Allah semakin banyak Allah limpahkan kebaikan kepadanya. Semakin sedikit bersyukur semakin sedikit nikmat Allah yang ada pada diri kita.
Qona`ah berarti hidup sederhana, hidup bersahaja. Hidup sederhana tidak berarti membenci harta dan lari dari kekayaan. Dalam Islam agama kita, harta bukan menjadi tujuan tapi perantara untuk memuluskan langkah kehidupan dalam mengabdi kepada Allah. Titik tekan qona`ah adalah menjalani kehidupan di dunia yang sementara ini dengan tidak sombong, boros dan berlebih-lebihan.
Pujilah Allah selalu atas segala kenikmatan yang diberikan-Nya. Tidak mengeluh dan putus asa atas apa yang belum diraih dari keinginan. Bersyukur kepada Allah merupakan kunci bagi orang yang ingin didaulat sebagai hamba yang bertakwa. Berbahagialah seseorang yang hidup sederhana, bersahaja, pandai menyukuri nikmat Allah, sedikit atau banyak. Rasul SAW bersabda :
طُوبَى لِمَنْ هُدِيَ لِلإسْلاَمِ وَكَانَ عَيْشُهُ كَفَافاً وَقَنِعَ بِهِ
“Beruntunglah orang yang diberi petunjuk kepada Islam, hidupnya sederhana, dan ia rela atasnya.” (HR. Turmudzi).
Demikianlah khutbah Idul Fitri pada pagi hari ini. Harapan bagi kita semua adalah semoga Allah menjadikan kita golongan orang-orang yang dapat meraih predikat bertakwa setelah kita keluar dari Ramadhan dengan empat ciri yang disebutkan oleh Sayidina Ali, menjadi orang bertakwa dengan selalu merasa takut kepada Allah, mengamalkan Al-Quran, menyiapkan bekal untuk kehidupan setelah kematian, dan senantiasa menyukuri semua nikmat yang telah diberikan Allah kepada kita.
Terakhir, marilah bersama kita berdoa, menadahkan tangan kita berharap curahan rahmat dan berkah kepada Allah SWT dalam hidup kita:
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ .
Ya Allah, ampunilah dosa kaum muslimin dan muslimat, mu’minin dan mu’minat, baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal dunia. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar, Dekat dan Mengabulkan do’a.
اَللَّهُمَّ اقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِكَ مَاتَحُوْلُ بَيْنَنَا وَبَيْنَ مَعْصِيَتِكَ وَمِنْ طَاعَتِكَ مَا تُبَلِّغُنَابِهِ جَنَّتَكَ وَمِنَ الْيَقِيْنِ مَاتُهَوِّنُ بِهِ عَلَيْنَا مَصَائِبَ الدُّنْيَا .
Ya Allah, anugerahkan kepada kami rasa takut kepada-Mu yang membatasi antara kami dengan perbuatan maksiat kepadamu dan berikan ketaatan kepada-Mu yang mengantarkan kami ke surga-Mu dan anugerahkan pula keyakinan yang akan menyebabkan ringan bagi kami segala musibah di dunia ini.
رَبَّنَا اَتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ .
Ya Allah, anugerahkanlah kepada kami kehidupan yang baik di dunia, kehidupan yang baik di akhirat dan hindarkanlah kami dari azab neraka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar